Film Bumi Manusia Yang Berceritakan Tentang Perjuangan Cinta di Masa Kolonial

Senin, 4 Juli 2022

Bumi Manusia merupakan sebuah film yang diangkat dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan ditulis ulang oleh Salman Aristo. Bumi Manusia merupakan satu dari empat tetralogi Buru yang ditulis oleh Pram ketika masih dipenjara di pulau Buru pada tahun 1975.

Pramoedya Ananta Toer adalah seorang novelis Indonesia ternama. Karya-karyanya telah di terjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing, sehingga tak salah jika banyak kritikus dan pegiat akademika membicarakan karya-karyanya sangat fenomenal.


Bumi Manusia merupakan sebuah karya yang sangat fenomenal, karena tidak dapat dipungkiri jika novel ini sudah dialih bahasakan ke dalam 33 bahasa dan pada 15 agustus 2019 film yang diangkat dari novel Bumi Manusia ini tayang untuk pertama kali di layar bioskop seluruh Indonesia.








Adapun arti dari Minke yaitu tokoh utama dalam film ini adalah monyet. Sebuah ungkapan dari gurunya yang berusaha mengkerdikalkan orang-orang pribumi. Pernyataan di atas tak jauh berbeda dengan apa yang terdapat dalam novel Bumi Manusia pada halaman 28-29:

"Minke sekolah dulu, teman sebangkunya dua orang gadis Belanda yang selalu mengganggunya dan mencubitnya, seketika Minke menjerit dan gurunya Meneer Rooseboom langsung membentak 'diam kau, monk, Minke!' Sejak itulah orang-orang sekelasnya memanggilnya Minke." Minke sebenarnya bukanlah nama aslinya, melainkan sebagai nama samaran dari sebuah karakter yang dimiliki oleh Tirto Ardi Soerja.

Film yang dibintangi oleh Iqbal Ramadhan, Mawar Eva de Jongh, dan Sha Ine Febriyanti ini mengisahkan tentang kegelisahan seorang pemuda keturunan pribumi berdarah priyai bernama Minke. Ia berkesempatan untuk mencicipi bangku sekolah di HBS (Hoogere Burgerschool) di Surabaya.

SCAN DISINI FREE VOUCHER 200RB




Minke dihadapkan dengan persoalan antar jati dirinya sebagai seorang pribumi dan kemajuan budaya Eropa. Selain itu Minke juga dihadapkan dengan jalan terjal hubungan percintaan dengan Anelis Mellema, gadis keturunan pribumi asli dan Belanda yang lahir tanpa memiliki ikatan pernikahan yang sah.

Film ini tak lepas dari latar belakang kebudayaan Indonesia satu sisi, di sisi lain juga mengangkat budaya Eropa dengan prinsip modernitasnya. Selain itu film ini pun juga mengangkat kenyataan sosial Indonesia, dimana perbedaan ras dan kedudukan sosial sangatlah kental. Maraknya praktek gundik dan orang-orang pribumi yang dijadikan budak di tanahnya sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *